Kamis, 08 Juli 2010

Selalu ada alasan Tuhan menolong hamba-hamba-Nya

Beberapa hari yg lalu, di kantor Gereja seorang hamba Tuhan datang / singgah untuk membeli beberapa buku nyanyian “PSALLO”. Sambil menunggu petugas yang melayaninya, saya menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan beliau, seputar lagu-lagu pujian. Saya share bagaimana seorang song leader seharusnya memiliki hikmat untuk memilih lagu-lagu yang akan dinyanyikan sidang jemaat, sehingga sidang jemaat benar-benar memuji Tuhan. Bukan hanya memilih lagu-lagu baru yang membuat jemaat hanya menjadi ‘penonton dan pendegar’ saja, namun seharusnya masih memilih lagu-lagu ‘lama’ namun bisa mengajak seluruh sidang jemaat benar-benar membuka mulut untuk memuji kebesaran nama Tuhan Yesus!

Dialog kami berlanjut hingga buku-buku “Psallo” sudah selesai dibungkus dan diserahkan kepada hamba Tuhan itu. Dia menyaksikan tentang perjuanganya di sebuah kampung yang dilayaninya, beberapa tahun silam, di pedalaman Kalimantan. Dia diminta oleh penduduk untuk meninggalkan kampung itu. Padahal, di sana sudah berdiri gereja yang dilayaninya bersama istri. Mengapa? Ternyata ada beberapa pihak yang ingin ‘mengambil alih’ gereja tsb.

Beberapa kejadian yang luar biasa dialaminya bersama keluarga dan sidang jemaat di sana. Pada suatu hari, sementara melayani sekolah minggu, mendadak dia diserang oleh seorang penduduk, dia dipukul berulang kali, dan menyebabkan tubuhnya terlempar cukup jauh. Namun sewaktu masalah ini dibawa ke pihak yang berwajib, hamba Tuhan ini menjadi kesaksian bagi semua orang, karena walaupun dipukul berulang kali, tidak ada luka sedikitpun di tubuhnya. Sehingga pihak polisi kebingungan untuk memproses kasus ini : saksi-saksi tidak bisa membuktikan bahwa pemukulan itu benar-benar terjadi, karena tidak ada bukti-bukti penganiayaan.

Sebaliknya, warga merasa ketakutan, karena salah seorang anggota sidang jemaat yang dilayaninya, yang dipercayai oleh penduduk kampung itu, tidak hadir pada peristiwa tsb. Anggota jemaat ini diyakini memiliki ‘ilmu dan kekuatan’ yang sangat menakutkan warga. Warga kuatir, jika orang ini mendengar bahwa hamba Tuhan yang melayani gerejanya dianiaya, dia akan membalas kepada para penganiaya itu dengan pembalasan yang lebih menakutkan!

Akhirnya dengan berat hati, hamba Tuhan itu beserta istri dan anak meninggalkan kampung tsb. Tindakan ini dilakukan demi keselamatan warga kampung itu. Sekarang, hamba Tuhan ini melayani di tempat lain, di pulau lain di negara kita.
Saya mengkomentari pengalaman beliau, bahwa walaupun secara fisik beliau sudah meninggalkan tempat itu, tapi saya yakin, bahwa peristiwa-peristiwa ajaib itu, akan terus diperdengarkan di kampung itu, dan kampung-kampung sekitarnya : bahwa Tuhan Yesus mampu melindungi hamba-hamba-Nya yang diutus-Nya untuk memberitakan Firman Tuhan (Injil Kristus)! Saya yakin, generasi demi generasi akan mengulangi kisah-kisah ini!

Banyak pengalaman lain yang tidak sempat dibagikan kepada kami siang itu, salah satunya : pernah anaknya tenggelam di sungai, sewaktu belajar berenang. Seluruh penduduk segera terjun ke sungai untuk mencari anak hamba Tuhan ini. Tetapi setelah lama tidak diketemukan, maka mereka mulai putus asa, dan menganggap anak itu sudah tewas karena terseret air sungai yang deras. Namun dengan iman, hamba Tuhan ini memohon dan menyeru kepada nama Tuhan Yesus, supaya menolong anaknya yang jatuh ke sungai. Puji Tuhan, Tuhan mendengar seruannya, dan anak tsb mendadak muncul dari dalam sungai. Warga segera menolong anak itu, dan sewaktu mereka berusaha mengeluarkan air yang diduga ditelan anak tsb, ajaib, tidak ada setetes airpun yang ditelannya!

Saya sangat merasa malu jika membandingkan pengalaman beliau dengan sikap-sikap kita sebagai pelayan pekerjaan Tuhan yang kadang masih sangat ‘cengeng’ dan kurang dewasa. Menghadapi sikap sesama kita yang kurang menghargai pelayanan (= pekerjaan) kita, saya sudah merasa putus asa, menyesal, dan tak jarang mengambil sikap yang tidak terpuji. Sering dari mulut saya keluar kata-kata yang tidak enak didengar, karena saya merasa tidak dihargai oleh manusia.

Seringkali secara tidak sadar, kita memamerkan pelayanan yang sudah kita lakukan, mencari puji-pujian dari manusia dan penghormatan manusia yang sangat terbatas. Bukankah Tuhan Yesus mengajarkan bahwa “Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” (Matius 6 : 2). Jika kita memamerkan pelayanan kita kepada Tuhan, kita hanya mendapat pujian dari manusia, dan hanya itu saja yang kita terima sebagai ‘upah’ perbuatan kita!

Kemudian hamba tuhan itu kembali ke tempat pelayanannya, dengan membawa kesan yang sangat kuat di dalam diri saya (dan semoga juga dialami rekan-rekan kantor yang mendengar kesaksiannya), bahwa Tuhan Yesus pasti punya alasan untuk menyelamatkan hamba-hamba-Nya.

Beberapa detik ingatan saya juga membawa saya kepada kesaksian seorang hamba Tuhan lain yang melayani di sebuah desa di luar pulau Jawa. Dia lewat suratnya menyatakan bahwa Tuhan Yesus sangat memberkati pelayanannya di sana, bisa mendirikan gedung gereja dan mendapat bantuan dan dukungan dari seluruh sidang jemaat. “Mengapa Tuhan sangat memberkati hamba Tuhan itu?” tanya saya di dalam hati. Ketika saya ungkapkan pertanyaan ini, beberapa fulltimers di kantor itu memberikan jawaban. Ternyata, hamba Tuhan itu adalah ‘mantan’ seorang pekerja yang pernah melayani di gerejanya. Dia dikenal sebagai pengerja yang sangat rela membantu pekerjaan orang lain. Misalanya ada fulltimers atau staff kantor gereja yang pulang larut malam mengerjakan tugas-tugasnya, maka pengerja ini dengan sukarela menawarkan diri untuk mengantarkan mereka dengan mobil, pulang ke rumahnya! Jadi bagi saya, sikapnya yang suka menolong dan melayani inilah yang saat ini ‘berbuah’ dengan pelayanannya di sana!

Jawaban ini menjadi cambuk bagi saya, supaya lebih rajin mengulurkan tangan (= memberi bantuan) bagi mereka yang membutuhkan, sama seperti hamba Tuhan itu! Jika melihat sikap-sikap yang kurang terpuji dari orang lain yang selalu mau ‘dilayani tapi tidak mau melayani’ maka kesaksian 2 hamba Tuhan tadi, walau berbeda formatnya, selalu terlintas di benak saya, dan benar apa yang Tuhan Yesus ungkapkan di dalam 1 Korintus 3:8 “Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri.”

Marilah, kita semakin giat dalam melayani Tuhan Yesus! Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar